FILSAFAT TENTANG FILSAFAT DAN AGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama
dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan
kehidupan manusia. Agama memang tidak mudah untuk di defenisikan karena agama
mengambil bentuk yang bermacam-macam, namun semua orang berkesimpulan bahwa
agama segala yang menunjukkan pada kesucian, rasa suci. Orang-orang yang mengetahui
secara mendalam tentang sejarah agama dan filsafat niscaya memahami secara
benar bahwa pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan antara
keduanya dan juga tidak seorang pun mengingkari peran sentral keduanya.
Sebenarnya yang menjadi tema dan inti perbedaan pandangan dan terus menyibukkan
para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah bentuk hubungan keharmonisan dan
kesesuaian dua mainstream disiplin ini. Sebagian pemikir yang berwawasan
dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat terdapat perbedaan yang
ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa persoalan-persoalan agama agar tidak
"ternodai" dan "tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan
dan pengkajian filsafat. Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak
membuahkan hasil, karena filsafat berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan
akhir kehidupan, dengan filsafat manusia dapat mengartikan dan menghayati
nilai-penting kehidupan, kebahagian, dan kesempurnaan hakiki."
Sebagian
pemikir yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat
terdapat perbedaan yang ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa
persoalan-persoalan agama agar tidak "ternodai" dan
"tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat.
Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena
filsafat berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan
filsafat manusia dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan,
kebahagian, dan kesempurnaan hakiki.
Di
samping itu, masih banyak tema-tema mendasar berkisar tentang hukum-hukum
eksistensi di alam yang masih membutuhkan pengkajian dan analisa yang mendalam,
dan semua ini yang hanya dapat dilakukan dengan pendekatan filsafat. Jika agama
membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan
segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat.
Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian
dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan
keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan
apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha
memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya.
Dengan
demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu
faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat
untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia
doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan
apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama. Walaupun hasil-hasil penelitian
rasional filsafat tidak bertolak belakang dengan agama, tapi selayaknya
sebagian penganut agama justru bersikap proaktif dan melakukan berbagai
pengkajian dalam bidang filsafat sehingga landasan keimanan dan keyakinannya
semakin kuat dan terus menyempurna, bahkan karena motivasi keimananlah
mendorongnya melakukan observasi dan pembahasan filosofis yang mendalam
terhadap ajaran-ajaran agama itu sendiri dengan tujuan menyingkap rahasia dan
hakikatnya yang terdalam.
B. Rumusan Masalah
Agar
tidak lari dari pembahasan, maka ada baiknya penyusun rumuskan masalah-masalah
yang akan dibahas dalam makalah kami ini, antara lain :
1. Pengertian filsafat
dan agama
2. Persamaan dan
perbedaan filsafat.
Inilah
sub tema pokok yang akan penyusun bahas dalam makalah ini, walaupun nantinya
ada pembahasan yang penyusun uraikan akan timbul permasalahan-permasalahan
lain.
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulis menyusun makalah ini adalah :
1. Agar mahasiswa
mampu memahami pengertian filsafat dan agama
2. Mahasiswa mampu
mengetahui apa saja hubungan dan perbedaan antara filsafat dan agama.
3. Mahasiswa mampu
mengetahui apa saja masalah-masalah yang timbul di dalam pembahasn filsafat dan
agama.
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT DAN AGAMA
A. Pengertian
Sebelum
kita membahas tentang filsafat dan agama, ada baiknya kita behas terlebih
dahulu, pengertian filsafat dan agama.
1. Pengertian Filsafat
Filsafat
diambil dari bahasa Arab yaitu فلسفة , juga berasal dari bahasa Yunani
berasal dari kata philosophia, kata mejemuk yang terdiri dari
kata Philosyang artinya suka aytau cinta, dan kata Shopia yang
artinya bijaksana. Dengan demikian, secara etimologis kata filsafat memberikan
pengertian cinta kebijaksanaan. Orangnya
disebut Philosopher atau Failasuf. Filsafat bila dilihat
dari segi pengertian praktisnya adalah alam berfikir. Berfilsafat artinya
berfikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah
berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Filsafat juga diartikan sebagai
suatu pendirian hidup, dan juga disebut pandangan hidup.
Tentang
pengertian filsafat ada beberapa perbedaan tentang defenisinya oleh para ahli,
antara lain :
- Plato, menurut ia filsafat tidaklah lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
- Aristoteles, menurutnya filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metefisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
- Marcum Tullius Cicero, ia mengemukakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang ilmu yang paling tinggi dan jalan untuk mencapai ilmu itu. Filsafat adalah induk dari segala ilmu dunia, ilmu kepunyaan yang maha agung.
- Epicuros, ia memandang filsafat sebagai jalan untuk mencapai kepuasan dan kesenangan hidup. Ia berguna dalam praktek di dunia. Filsafat membentuk pandangan dunia dan sikap hidup.
- Kant, bagi kant filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
- Al-Kindi, sebagai ahli filsafat pertama dalam Islam yang memberikan pengertian filsafat di kalangan umat Islam. Ia membagi filsafat dalam tiga lapangan, yaitu :
- Ilmu fisika (ilmu at-Thibiyyat)
- Ilmu matematika
- Ilmu ketuhanan (ilmu Ar-Rububiyah).
Dari
defenisi-defenisi di atas dapat di ambil pemahaman, antara lain :
- Filsafat berarti berfikir, jadi yang terpenting ialah proses dan hasil berfikir mendalam yang dilakukan manusia untuk mencapai kebenaran.
- Filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk memahami.
- Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang.
- Filsafat diumpamakan air telaga yang tenang dan jernih dan dapat dilihat dasarnya.
- Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan argumen walaupun argumennya sendiri.
Ada
beberapa ciri-ciri utama agar pemikiran itu dapat dikatakan
berfilsafat, antara lain :
1. Universal
Pemikiran yang luas dan menyeluruh, tidak ada aspek tertentu
saja.
2. Radikal
Pemikiran yang mendalam dan mendasar hingga sampai kepada
hasil yang fundamental dan esensial.
3. Sistematis
Suatu uraian yang terperinci tentang sesuatu, menjelaskan
mengapa sesuatu terjadi.
4. Kritis
Mempertanyakan segala sesuatu termasuk hasil filsafat, tidak
menerima begitu saja apa yang dilihat sepintas, yang dikatakan dan dilakukan masyarakat.
1. Analisis
Mengulas dan mengkaji secara rinci dan menyeluruh tentang
sesuatu.
2. Evaluatif
Upaya sungguh-sungguh dalam menilai dan menyikapi segala
persoalan yang dihadapinya.
3. Spekulatif
Upaya akal budi manusia yang bersifat perekaan, penjelajahan
dan pengandaian, tidak membatasi hanya pada rekaman indera dan pengamatan
ilmiah.
Ada
tiga (3) cabang Filsafat, yaitu :
Filsafat tentang seluruh keseluruhan kenyataan:Ø
Obyek material cabang filsafat ini adalah eksistensi
(keberadaan) dan esensi (hakekat). Filsafat ini terbagi dua, yaitu :
o Metafisika umum (ontologi)
o Metafisika khusus, terbagi menjadi tiga
masalah pokok :
Antropologi
(tentang manusia)»
Kosmologi
(tentang alam semesta)»
teologi
(tentang tuhan)»
· Filsafat
tentang pengetahuan (Epistimologi)
Obyek material filsafat ini adalah pengetahuan
("episteme") dan kebenaran.
· filsafat
tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan
Obyek material filssfst ini adalah kebaikan dan keindahan.
Terbagi menjadi dua (2) :
o Etika
o Estetika.
2. Pengertian Agama
Kata
agama berasal dari bahasa sansakerta yaitu a-gam-a, gam yang berarti pergi
atau berjalan. Kata jalan dengan makna yang sama kita juga temukan pada
peristilahan Islam, yaitu ; syariat, thariqah, shirathal. Agama memang tidak
mudah untuk diberi definisi karena agama mengambil berbagai bentuk yang
bermacam-macam. Walaupun di akui bahwa tak ada defenisi agama yang dapat
diterima secara universal, namun semua orang berkesimpulan bahwa sepanjang
sejarah, manusia telah menunjukkan rasa suci, dan agama termasuk di dalamnya.
Manusia mengagumi, menakuti dan menyembah yang suci dengan berbagai cara.
Kata
agama dalam Kitab suci Al-Qur'an dan hadits Nabi mempunyai makna antara lain:
pahala dan balasan, ketaatan dan penghambaan, kekuasaan, syariat dan hukum,
umat, kepasrahan dan penyerahan mutlak, aqidah, cinta, akhlak yang baik,
kemuliaan, cahaya, kehidupan hakiki, amar ma'ruf nahi munkar, amanat dan
menepati janji, menuntut ilmu dan beramal dengannya, dan puncak kesempurnaan
akal. Agama ialah suatu sistem credo (tata keyakinan), ritus (peribadatan) dan
sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia dan alam lainnya sesuai tata ketentuan yang telah ditetapkan.
Dari
uraian di atas kita sudah menemukan empat buah unsur paling universal dari
agama, yaitu :
· Adanya
keyakinan atas yang suci (sakral), sesuatu yang diluar kemampuan manusia.
· Adanya
aktivitas akibat hubungan manusia dengan dzat yang suci, berupa kewajiban
ataupun pribadatan.
· Adanya
doktrin tentang Yang Suci dan tentang hubungan tersebut.
· Adanya
sikap yang ditimbulkan oleh ketiga hal tersebut.
Agama
merupakan kebutuhan yang esensial manusia dan bahkan bersifat universal. Tetapi
sesungguhnya makna paling hakiki agama adalah kesadaran spritual yang di
dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang tampak, yaitu bahwa manusia
selalu mengharap belas kasih-Nya, bimbingan-Nya, serta perlindungan-Nya yang
secara ontologis tidak bisa dipunkiri walaupun manusia yang paling komunis
sekalipun. Ada beberapa masalah yang berhubungan dengan agama, yaitu
:
· Agama
berasal dari Wahyu Tuhan.
· Agama berarti
mengabdikan diri, jadi yang terpenting ialah hidup secara beragama
sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
· Agama
menuntut pengetahuan untuk beribadah yang merupakan pondasi hubungan manusia
dengan Tuhan.
· Agama
banyak berhubungan dengan hati.
· Agama
oleh pemeluknya akan dipertahankan dengan habis-habisan sebab mereka telah
terikat dan mengabdikan diri.
· Agama
di samping memenuhi para pemeluknya dengan semangat dan perasaan pengabdian
diri, juga mempunyai efek yang menenangkan jiwa pemeluknya.
Kepercayaan
tidak harus melalui pemikiran dan pengetahuan. Jadi agama hanyalah sekedar
keyakinan dan kepercayaan saja. Akan tetapi bagi yang sangat menjiwai agama itu
sendiri adalah keyakinan dan kepercayaan yang disertai dengan akal, pemikiran,
penjelasan den pembuktian, sangat penting dan diperlukan. walaupun demikian,
banyak orang yang pintar tentang kepercayaan, ahli teologi misalnya, tetapi
tidak beragama. Sebaliknya ada orang yang malah tidak bisa menjelaskan
kepercayaan agamanya, tetapi di anggap religius.
Religi
juga merupakan kecenderungan asli rohani manusia yang berhubungan dengan alam
semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir hakikat dari semua
itu. Religi mencari makna dan nilai yang berbeda-beda sama sekali dari segala
sesuatu yang dikenal. Karena itulah religi tidak berhubungan dengan yang kudus.
Yang kudus itu belum tentu Tuhan atau dewa-dewa. Dengan demikian banyak sekali
kepercayaan yang biasanya disebut religi, pada hal sebenarnya belum pantas
disebut religi karena hubungan antara manusia dan yang kudus itu belum jelas.
Religi-religi yang bersahaja dan Budhisma dalam bentuk awalnya misalnya
menganggap Yang kudus itu bukan Tuhan atau dewa-dewa. Dalam religi betapa pun
bentuk dan sifatnya selalu ada penghayatan yang berhubungan dengan Yang Kudus.
Manusia
mengakui adanya ketergantungan kepada Yang Mutlak atau Yang Kudus yang
dihayati sebagai kontrol bagi manusia. Untuk mendapatkan
pertolongan dari Yang Mutlak itu manusia secara bersama-sama
men-jalankan ajaran tertentu. Jadi religi adalah hubungan antara manusia dengan
Yang Kudus. Dalam hal ini yang kudus itu terdiri atas ber-bagai kemungkinan,
yaitu bisa berbentuk benda, tenaga, dan bisa pula berbentuk pribadi manusia.
Selain itu dalam al-Quran terdapat kata din yang menunjukkan
pengertian agama. Kata din dengan akar katanya dal, ya dan nun diungkapkan
dalam dua bentuk yaitu din dan dain. Al-Quran menyebut kata din ada menunjukkan
arti agama dan ada menunjukkan hari kiamat, sedangkan kata dain diartikan
dengan utang.
Dalam
tiga makna tersebut terdapat dua sisi yang berlainan dalam tingkatan, martabat
atau kedudukan. Yang pertama mempunyai kedudukan, lebih tinggi, ditakuti dan
disegani oleh yang kedua. Dalam agama, Tuhan adalah pihak pertama yang
mempunyai kekuasaan, kekuatan yang lebih tinggi, ditakuti, juga diharapkan
untuk memberikan bantuan dan bagi manusia. Kata din dengan arti hari
kiamat juga milik Tuhan dan manusia tunduk kepada ketentuan Tuhan. Manusia
merasa takut terhadap hari kiamat sebagai milik Tuhan karena pada
waktu itu dijanji-kan azab yang pedih bagi orang yang berdosa.
Adapun
orang beriman merasa segan dan juga menaruh harapan mendapat rahmat dan ampunan
Allah pada hari kiamat itu. Kata dain yang berarti utang juga terdapat pihak
pertama sebagai yang berpiutang yang jelas lebih kaya dan yang kedua sebagai
yang berutang, bertaraf rendah, dan merasa segan terhadap yang berpiutang.
Dalam diri orang yang berutang pada dasarnya terdapat harapan supaya utangnya
dimaafkan dengan arti tidak perlu dibayar, walaupun harapan itu jarang sekali
terjadi. Dalam Islam manusia berutang kepada Tuhan berupa kewajiban
melaksanakan ajaran agama.
B. Filsafat dan Agama
Agama
dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan
kehidupan manusia. Orang-orang yang mengetahui secara mendalam tentang sejarah
agama dan filsafat niscaya memahami secara benar bahwa pembahasan ini sama
sekali tidak membicarakan pertentangan antara keduanya dan juga tidak seorang
pun mengingkari peran sentral keduanya. Sebenarnya yang menjadi tema dan inti
perbedaan pandangan dan terus menyibukkan para pemikir tentangnya sepanjang
abad adalah bentuk hubungan keharmonisan dan kesesuaian dua mainstream disiplin
ini. Filasafat adalah sistem kebenaran tentang agama sebagai hasil dari
berfikir secara radikal, sistematis dan universal. Dasar-dasar agama yang
dipersoalkan dipikirkan menurut logika (teratur dan disiplin) dan bebas.
Ada
beberapa permasalah dalam filsafat dan agama, baik dari segi hubungan atau
persamaannya (titik temu), juga dari segi perbedaannya.
1. Hubungan dan perbedaan
Filsafat dengan Agama
Abu
Hayyan Tauhidi, dalam kitab al-Imtâ' wa al-Muânasah, berkata, "Filsafat
dan syariat senantiasa bersama, sebagaimana syariat dan filsafat
terus sejalan, sesuai, dan harmonis". Ahmad bin Sahl Balkhi yang dipanggil
Abu Yazid, dilahirkan pada tahun 236 Hijriah di desa Syamistiyan. Ketika baligh
ia berangkat ke Baghdad dan mendalami Filsafat dan ilmu Kalam (teologi). Di
samping ia berusaha memadukan syariat dan filsafat, ia juga meneliti
agama-agama berbeda lalu ditulis dalam kitabnya yang dinamai Syarâyi' al-Adyân
dan beberapa kitab lainnya.
Menurut
Prof. Nasroen, S.H, ia mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah
berdasarkan kepada agama. Malahan filsafat yang sejati itu terkandung dalam
agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan kepada agama dan filsafat hanya
semata-mata berdasarkan akal dan pemikiran saja, maka filsafat tidak akan
memuat kebenaran obyektif , karena yang memberikan pandangan dan keputusan
hanyalah akal pikiran. Sedangkan kesanggupan akal pikiran ituterbatas, sehingga
filsafat yang hanya berdasarkan kepada akal pikiran semata tidak akan sanggup
memberikan kepuasan bagi manusia, terutama dalam tingkat pemahamannya terhadap
yang gaib.
Sebagian
pemikir yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat
terdapat perbedaan yang ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa
persoalan-persoalan agama agar tidak "ternodai" dan
"tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat.
Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena filsafat
berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan filsafat
manusia dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan, kebahagian,
dan kesempurnaan hakiki.
Di
samping itu, masih banyak tema-tema mendasar berkisar tentang hukum-hukum
eksistensi di alam yang masih membutuhkan pengkajian dan analisa yang mendalam,
dan semua ini yang hanya dapat dilakukan dengan pendekatan filsafat. Jika agama
membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan
segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat.
Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian
dan pengkajian filsafat.
Dengan
demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu
faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat
untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan
rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas
pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama. Walaupun
hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak belakang dengan agama,
tapi selayaknya sebagian penganut agama justru bersikap proaktif dan melakukan
berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga landasan keimanan dan
keyakinannya semakin kuat dan terus menyempurna, bahkan karena motivasi
keimananlah mendorongnya melakukan observasi dan pembahasan filosofis yang
mendalam terhadap ajaran-ajaran agama itu sendiri dengan tujuan menyingkap
rahasia dan hakikatnya yang terdalam.
Antara
kebenaran ilmu dan filsafat bersifat nisbi (relatif) karena ilmu pengetahuan
terbatas pada objek, subjek dan metodologinya. Dan filsafat bersifat spekulatif
yang juga tergantung pada dugaan para filsuf masing-masing tetapi tidak semua
permasalahan bisa dijawab oleh agama. Abul Hasan 'Amiri, salah
seorang murid Abu Yazid Balkhi, adalah seorang filosof terkenal yang juga
berupaya membangun keharmonisan antara agama dan filsafat. Ia memandang bahwa filsafat
itu lahir dari argumentasi akal-pikiran dan dalam hal ini, akal mustahil
melanggar perintah-perintah Tuhan.
Abul
Hasan 'Amiri menyatakan, "Akal mempunyai kapabilitas mengatur segala
sesuatu yang berada dalam cakupannya, tetapi perlu diperhatikan bahwa kemampuan
akal ini tidak lain adalah pemberian dan kodrat Tuhan. Sebagaimana hukum alam
meliputi dan mengatur alam ini, akal juga mencakup alam jiwa dan berwenang
mengarahkannya. Tuhan merupakan sumber kebenaran yang meliputi secara kodrat
segala sesuatu. Cakupan kodrat adalah satu cakupan dimana Tuhan memberikan
kepada suatu makhluk apa-apa yang layak untuknya. Dengan ini, dapat kesimpulan
bahwa alam natural secara esensial berada dalam ruang lingkup hukum materi dan
hukum materi juga secara substansial mengikuti jiwa, dan jiwa berada di bawah
urusan akal yang membawa pesan-pesan Tuhan." Dapat disimpulkan bahwa
hubungan filsafat dan agama, mencakup :
· Filsafat
menjelaskan makna wahyu Tuhan sampai mendekati makna yang sesungguhnya.
· Mensistematisasikan,
membetulkan dan memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu.
· filsafat
dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru.
Adapun perbedaan antara filsafat dan agama antara lain :
· penyelidikan
agama dengan filsafat di dasarkan atas wahyu Allah, sedangkan filsafat kepada
hasil pemikiran.
· Kebenaran
agama tergantung kepada kebenaran kepercayaan atas wahyu yang bersifat absolut,
sedangkan filsafat kebenaran atas penyelidikan sendiri sebagai hasil pemikiran
belaka jadi bersifat relatif dan terbatas.
· Agama sebagai
obyek pemikiran dikaji oleh filsafat, karena itu adalah filsafat agama, dan
dalam memahami ajaran agama akan lahir pemikiran tentang agama.
· Agama memberikan pengetahuan
yang lebih tinggi dari filsafat, karena pengetahuan yang tak ttercapai oleh
pemikiran biasa karena demikian tingginya hal itu hanya dapat diketahui dengan
wahyu.
- Prof.
Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta :
Prenada Media, 2003. Hal 1-2
- Sidi
Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, Jakarta
: Bulan Bintang, 1978. Hal 101
- Drs.
H. Ahmad Syadali, M.A, & Drs. Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung :
Pustaka Setia, 1999. Hal 37-38
Dipos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar